Pertengahan tahun lalu. Satu siang di kampus nan asri di Kota Malang ada persidangan. Di salah satu ruangan, seorang anak muda berdiri menghadap empat orang tua. Beberapa butir keringat menghiasi keningnya. Udara memang panas. Tapi suasana di ruangan itu terus menghangat. Diskusi membahas setumpuk kertas bertuliskan bermacam angka. Angka yang didapat si anak muda penelitian di lapangan selama berbulan-bulan. Siang itu, si anak muda harus mempertanggungjawabkan penelitiannya dan hasil "mengaji" selama enam tahun di bangku kuliah. Tak semua jawaban memuaskan orang tua-tua itu. Salah satunya bergelar profesor. Seorang lagi doktor. Sisanya master. Tapi ke-empatnya memuji mental baja si anak muda. Sebelum berakhir, sepatah nasehat meluncur. " Ikan hidup di dalam air laut yang asin. Tapi dia tidak asin" (kecuali udah diasinin he...he..he...) " Dalam dunia nyata, kondisi sering tidak sesuai yang kita angankan. Bertentangan dengan yang kita yakini. Tapi jangan larut. Jadilah dirimu sendiri yang tetap bisa hidup di lingkungan itu.
Tadi pagi, 25 November 2005 si anak muda menghadiri sidang. Di salah satu kawasan elit ibukota. Di samping kedubes yang pernah merasakan perihnya bom. Di ruangan sejuk, seorang duduk di hadapan majelis. Tangan orang tersebut memegang setumpuk kertas yang isinya dia baca keras-keras. Majelis mengangguk-angguk. Setuju, paham atau ngantuk?
Dia berkata bahwa tindakannya benar. Keputusan yang diambil demi menyelamatkan uang negara. Mencegah kerugian yang lebih besar. Demi demokrasi. Demi kedaulatan rakyat. Bila putusan itu dianggap salah maka putusan lembaga yang dipimpinnya otomatis semua salah. Maka pemimpin negeri ini hasil dari putusan yang salah. Pengunjung mengangguk-angguk. Ada yang mengantuk. Ada yang bermain handphone.
Si orang itu bukan orang sembarang. Ditilik dari yang hadir ada Bung Akbar. Politisi kelas wahid yang jago berkelit. Beberapa juga anggota komisi yang pernah dipimpinnya. Orang itu bukan orang sembarang. Dia menyebut dengan bangga, membimbing ratusan mahasiswa S1 S2 S3. ORang itu bukan orang sembarang.
Ia seorang profesor. Guru Besar. Panutan bagi anak didiknya. Tapi mengapa ia sekarang disidang. Bukankah seharusnya ia menyidang para anak didiknya. Agar kelak mereka dapat berbakti dan berguna bagi masyarakat bangsa negara dan agama. Minimal bagi keluarganya.
Haruskah aku memberi nasehat? " Ikan hidup di dalam air laut yang asin. Tapi dia tidak asin" Birokrasi cenderung korup. Tapi mengapa profesor larut dalam korup?
Tweets
Total Pageviews
Popular Posts
-
Didekap asap pembakaran ratusan babi dalam upacara Rambu Tuka. Hanya bisa dialami di Toraja Baronang Bakar ...
-
Buruh rokok selalu dijadikan tameng industri untuk menghalau peraturan pengendalian tembakau. Padahal, hak mereka nyaris tak dipenuhi. Aza...
-
Teluk Jakarta ternyata memabukkan. Mabuk bikin lupa daratan. Aku dan beberapa teman wartawan dari berbagai daerah menjadi ”korban...
-
Rules Buka laptop atau komputer, jangan ngetik pake hand phone Setel alarm or timer 20 menit Yaaak menulislah, tuliskan apa yang terlin...
-
Vacancy: SEAPA Executive Director SEAPA is looking for an Executive Director to lead its Secretariat office in Bangkok, Thailand...
Labels
Blog Archive
Contact Us
Radio Sunnah
About
Follow us on facebook
Powered by Blogger.
Latest News
Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab
0 komentar:
Post a Comment