Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

27 June 2006

Hakim Agung vs Komisi Yudisial

Share
Perseteruan para pendekar hukum di gelanggang Mahkamah Konstitusi berlangsung hangat. Hakim Agung dibantu kuasa hukum berhadapan dengan Komisi Yudisial. Utusan DPR dan pemerintah berada di tengah. Masyarakat melalui mata televisi dan telinga surat kabar terperangah. Kok bisa para pembesar negara itu saling sikut merebut kekuasaan.

Para Hakim Agung merasa kemandirian dan martabat mereka dirongrong oleh KY. Mereka tak dapat lagi memutus perkara secara independen. Dihantui kecemasan surat panggilan dari KY melayang ke meja hijau mereka.

KY berpikir berhak mengawasi perilaku dan menjaga martabat para hakim. Bila promosi mutasi dan demosi para hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung, apakah para hakim bisa independen terhadap birokrasi Mahkamah Agung.

KRisna Menon, ketua majelis hakim sidang tipikor yang mengadili Harini Wiyoso disorot. KY berpendapat, KEtua Pengadilan Negeri JAkarta Pusat harus memperhatikan dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari tiga hakim anggota yang ingin memeriksa Bagir Manan dalam kasus peyuapan oleh terdaksa Harini. TApi KEtua PEngadilan langsung mengganti para hakim dengan hakim ad hoc yang baru dengan alasan ketiga hakim lama tersebut berhalangan di ruang sidang.

OC Kaligis bersikukuh, dissenting opinion hanya untuk keputusan bukan saat beracara. Pemegang kendali acara tetaplah ketua majelis hakim. OC juga balik menggertak akan menuntut balik KY karena adanya tuduhan bahwa beberapa hakim agung dan kuasa hukumnya berkumpul di Danau Sunter, bertukar gagasan untuk membubarkan KY. OC protes, apakah namanya termasuk dalam tuduhan.

"TEnang, Pak OC Kaligis khan orangnya baik, gak mungkin berbuat seperti itu" jawab anggota KY. Geerr riuhlah ruang sidang dengan tawa. "Tapi kami memiliki dokumen itu, terlepas benar atau tidak" lanjut anggota KY itu.

PerSelisihan antara KY dengan para hakim agung meletup akibat perubahan luar biasa dalam hukum ketata negaraan Indonesia. Lembaga baru macam KY masih bingung dan belum lengkap secara infrastruktur sedang lembaga lama masih bertahan pada perilaku dan pola pikir lama. Para hakim agung merasa dirongrong kewibawaan dan kemandirian. TApi mesti ada perbedaan antara kemandirian dan akuntabilitas demikian pendapat Bambang Widjojanto.

0 komentar: