Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

24 June 2006

Bolong

Share
Saya tidak pernah membaca lagi tulisan-tulisan saya. Tulisan saya seperti anak-anak jiwaku sendiri. Mereka memiliki takdir dan nasibnya sendiri ketika dilahirkan ke dunia. Bagi Pram, menulis seperti melahirkan anak. Mencetak generasi muda yang terus bertunas, tumbuh berkembang sesuai kehidupannya. Novel-novelnya menjalani garis hidup masing-masing.
Pram giat menulis karena ia merasa tidak akan berumur panjang. Ia berpacu dengan maut. Tubuhnya ringkih lemah gampang sakit-sakitan semasa kanak-kanak. SEorang pintar di desanya meramal Pram tidak akan mencapai usia 40 tahun. Ia mengimani kerja. Orang yang sudah enggan bekerja berarti telah berjabat tangan dengan maut. Baginya kehidupan berarti bekerja, menggunakan waktu tenaga pikiran untuk berproduksi, menghasilkan sesuatu. Ia amat membenci watak konsumsi. Bangsa kita seperti bangsa kuli, hanya bisa mengkonsumsi.

Lagu-laguku bak anak-anakku. TIdak ada yang lebih kucinta, tidak ada yang kubenci dari semua lagu ciptaanku. Dhani, musisi handal papan atas juga menganggap mencipta lagu berarti mempunyai anak. Keturunan dari darah daging.
Orangtua mana yang membedakan kasih sayang diantara anak-anaknya? Orangtua mana yang membenci anak-anaknya?

Orang hebat selalu tuntas dan total mengerjakan hal yang disukainya. Menghasilkan karya bagi dunia. Sedangkan aku, menulis masih sama dengan sholat. Kadang bolong-bolong. Tak jarang tak khusyuk ketika mengerjakan.

Imani yang kamu yakini, kerjakan dengan sepenuh hati.

Pram dan Dhani adalah contoh nyata. Orang yang tuntas dan total. Karya yang mendunia dan melegenda. Menginspirasi generasi mendatang. Keduanya memegang teguh prinsip, yakin dengan pilihan hidup dan berani menghidupi pilihan itu.

0 komentar: