Copyrights @ Journal 2014 - Designed By Templateism - SEO Plugin by MyBloggerLab

17 June 2006

Harini

Share
"Saudara pernah menjadi hakim?'
"Pernah"
"Berapa lama saudara menjadi hakim?"
Perempuan tua berambut abu-abu tidak menjawab.
"Sudah berapa lama saudara terdakwa menjadi hakim, dari awal sampai saudara pensiun?"
"40 tahun pak" Jawab perempuan tua lirih
"Saudara terdakwa menyesal dengan perbuatan saudara?"
Lagi-lagi perempuan tua itu terdiam. Lebih lama.
"Menyesal tidak?" bentak hakim.
"Tidak.." Kepala perempuan tua menggeleng, seakan ingin memperteguh jawaban yang meluncur dari bibir peotnya.

Harini Wiyoso, perempuan tua itu sedang duduk di kursi pesakitan di tengah duang pengadilan Korupsi. Pengalaman berpuluh tahun menjadi hakim, membuatnya bermain halus nan cantik di persidangan. Cecaran pertanyaan dari Jaksa dan Hakim dijawabnya diplomatis. Tak jarang berputar, berulang-ulang tak jelas.

Semula ia mengaku tak pernah menerima uang dari Pono Waluyo. Ia berkelit uang 50.000 dollar dari Pono adalah jatahnya. Katanya Pono minta tolong untuk menukar dollar ke rupiah. "Nanti akan ditanya macem-macem kalo nukar terlalu banyak" "Saya sendiri bingung mau ditukar kemana"
Bingung nukar dollar dimana? Hal yang mustahil mengingat Harini sering keluar negeri seperti Singapura untuk bertemu klien.

Probosutedjo memberi Harini 1 M, untuk operasional. 100 juta diberikan ke Pono untuk mengurus kasus. "Lalu dimana sisanya yang 900 juta" tanya hakim.
"Saya pake untuk keperluan"
"Keperluan apa, keperluan kasus?"
"Tidak, keperluan pribadi saya"
"Pribadi macam apa?"
"Untuk bayar utang"
"Berarti saudara menerima uang dari Probo khan, di luar fee pengacara?"
Harini diam.

Mantan Penegak hukum itu kini menanti sang Dewi Keadilan bekerja menuntaskan kebenaran dan keadilan.

0 komentar: